Bukan Lebay

Oleh Nuraini Ahwan

Siapa pun yang menjadi seorang ibu pasti merasakan hal yang sama. Tak perlu kita bercerita tentang bagaimana perasaan sayang, cinta dan kasih kepada sang buah hati. Bagaimana seorang ibu rela melakukan apa saja untuk sang buah hati.  Bahkan mempertaruhkan nyawa sekalipun, seorang ibu pasti rela melakukannya.

Saya pernah bertanya kepada seorang ibu, kebetulan ia adalah keluarga dekat saya. Ia  yang menangis tanpa henti, sebentar menangis, sebentar berhenti dan menangis lagi. Ia mengatakan bahwa ia menangis lantaran memikirkan putranya yang sedang seleksi untuk calon pegawai negeri sipil saat itu. Tes untuk masuk di sebuah lembaga dengan tahapan tes yang dilaksanakan beberapa tahap. 

Si ibu menangis bukan  di depan orang banyak, tetapi saya tahu kalau ia sudah menangis terlihat dari bola matanya yang sembab. Ia juga menangis bukan tidak mendekatkan diri pada Sang Pemilik Hidup. Menangis menunjukkan kelembutan hari seorang ibu. Andaikan ia bisa membantu, maka pastilah ia akan menanggung beban anaknya itu di pundaknya sendirian tanpa harus membebani orang lain.

Si ibu hanya mengatakan kepada saya," Pada saatnya nanti, kakak (panggilan sehari-harinya pada saya) akan merasakan seperti apa yang saya rasakan. Jika saya bercerita sekarang kepada siapa pun yang belum menghadapi hal serupa dengan saya maka ia tak akan percaya dengan perasaan yang saya ceritakan. Ia pasti akan mengatakan kalau saya lebay atau berlebihan." 

Lebay atau berlebihan itulah penilaian saya saat itu karena belum menghadapi hal serupa dengan si ibu.

Kini,  ketika saya menghadapi hal serupa, putra kedua saya mengikuti seleksi pada sebuah lembaga,  barulah saya merasakan bahwa si ibu memang tidak lebay. Bisa jadi saat ini orang lain yang belum menghadapi hal yang sama atau serupa dengan saya, juga akan mengatakan saya lebay atau berlebihan sebagaimana dulu saya mengatakan "lebay" kepada si ibu.

(Jangan mengatakan sesuatu tentang suatu hal kepada orang lain karena  suatu saat, kata kata kita akan menunjuk kepada diri kita sendiri)

Berdoa, berserah diri pada Sang Khalik, tetapi tetap saja kegelisahan ini melanda. Tetap saja tak mampu membendung air mata . Sama yang saya rasakan dengan si ibu. Tak lebay tetapi memang perasaan ini datang dengan sendirinya. Berusaha memanajemen kegelisahan, mengontrol emosi dan lain -lain lagi namanya, tetapi tetap saja perasaan tak mampu dibohongi.

Terlebih ketika di akhir, di saat penentuan kelulusan, maka di sanalah puncak segala rasa. Andai berteriak akan mampu menjawabnya, tentu teriakan sekencang-kencangnya untuk mengatakan," Luluskanlah Ya Allah, .....putra hamba."

Lombok, 13 Nopember 2020

Menanti Pukul 14.00 wita.

Komentar