Dia Ibuku juga Ibu Anak-Anakku

Oleh Nuraini Ahwan

Usianya kini tidak muda lagi. Selisih umurku dengannya berkisar 4 atau 5 tahun lebih tua dariku.  Aku tidak ingat betul tentang berapa umurnya. Ibu dan bapakku juga tak mengingat tanggal berapa ia lahir. Ketika aku tanyakan pada ibu atau bapakku berapa umurmya, beliau berdua tidak tahu persis. Beliau hanya mengatakan bahwa ia dulu lahir bulan maulid. Tentu saja aku bingung karena bulan maulid datang setiap tahun. Lalu tahun berapa ia lahir? Apalagi jika aku bertanya tanggal berapa, kedua orang tuaku hanya mengatakan selisih umurku kira-kira 4 atau 5 tahun. Tanggalnya beliau lupa, sedangkan harinya beliau ingat. Menurut beliau tanggal lahirnya dulu dicatat di dinding rumah. Waduh, aku jadi tambah bingung. Dinding rumah orang tuaku dulu terbuat dari bedeq. Hingga saat ini sudah sekian kali pergantian. Dulu bedeq sekarang tembok. Rupanya tanggal lahir tak begitu penting bagi orang tuaku dulu. 

Umurnya lebih tua lima tahun dariku. Aku lebih condong mengatakan selisih umurku 5 tahun. Menurut ibuku, dia yang mengurusku demikian pula adik-adikku.  Ibu ku melahirkan setiap dua tahun sehingga aku punya saudara banyak. Maklum saat itu belum ada keluarga berencana. Bukan belum ada sebenarnya, tetapi keluarga berencana atau KB saat itu sudah ada namun masih tidak seperti sekarang ini. Ikut KB sekarang ini sudah merupakan kesadaran sendiri dari pasangan suami istri. Keluarga berencana waktu  dulu masih dianggap tabu sehingga orang tua dulu kalau mau ikut KB diam-diam. Malu di ketahui tetangga. Begitu kenang ibuku ketika menceritakan mengapa beliau melahirkan setiap dua tahun.

Aku saja saat ini sudah berusia 52 tahun, tentu saja jika selisih 5 tahun, usianya sekarang sudah 57 tahun. Bukan usia yang muda lagi. Aku ingat bagaimana ia merawatku waktu kecil dulu, bagaimana ia merawat adik- adikku yang tidak jelas mana kakak mana adik. Perawakan semuanya seperti sebantaran saja. Keras hidupnya membantu keluarga. Menjadi tulang punggung keluarga. Urusan dapur, urusan adik-adik hanya dia yang mengurusnya. Apakah ia sekolah karena kesibukan itu? Ya, dia bersekolah. Apakah ia sekolah tinggi. Tidak. Ia hanya bersekolah jenjang sekolah dasar. Itu pun tidak selesai atau tidak tamat. 

Hidupnya semua untuk keluarga. Untuk bapak, ibu dan adik-adik. Begitu cerita ibuku dan juga tetangga-tetanggaku. Dialah kakakku yang mengurusku. Dia adalah kakakku sekaligus menjadi ibuku.

Kembali ibuku berkisah bahwa kakakku dulu sewaktu mengurusku dan adik-adikku tak pernah malu menggotong tikar robek bekas adikku buang air besar ,dibawa ke sungai untuk dicuci. Kakakku tak pernah malu di usia remajanya pergi memburuh guna membantu ekonomi orang tua. Ibuku sendiri bercerita bahwa beliau tidak pernah susah dengan urusan adik-adikku. Tak pernah susah dengan urusan memasak, mencuci dan urusan beres-beres rumah. Semua dikerjakan oleh kakakku.  Bukan hanya itu, kakakku juga membanting tulang bekerja untuk sekedar menambah ekonomi keluarga. Semua dilakukan kakakku selepas pekerjaan rumah selesai bahkan sebelum azan subuh kakakku sudah ke sawah memburuh panen padi. 

Ibuku yang duduk di samping tempat kakakku berbaring, tampak mengusap air mata beningnya yang mengalir. Ibuku tak mampu menahan rasa sedihnya. "Tak mampu ibu melihatmu seperti ini anakku," ucap ibuku parau. 

Kakakku sudah ku anggap seperti ibuku dan ibu dari anak-anakku. Sewaktu aku kecil, dialah yang merawatku. Saat aku sudah berumah tangga dan mempunyai putra dan putri, kembali kakakku yang merawat anak-anakku. Sejak lahir sampai anak-anakku lepas SMA. Anakku sendiri memanggil kakakku dengan panggilan ibu. 

Kini kakakku yang ku anggap sebagai ibuku dan ibu dari anak-anakku sedang terbaring lemah. Ia tak berdaya. Sakit yang dideritanya sangat cepat menggerogoti tubuhnya. 

Berat sekali napas yang ia rasakan. Membalik badan atau mengubah posisi tidur pun ia tak mampu. Aku tak kuat melihat kakakku dalam ujian seperti ini. 

Aku belum mampu membuatnya bahagia,..Ia dipanggil Sang Pencipta. Selalu ada sesal di belakang sehingga menjadi berandai-andai. Andai aku tahu........Maka aku akan berbuat ini dan itu untuk kakak. Maka aku tidak akan berbuat ini dan itu untuk kakak. 

Selamat jalan...kakakku,.....ibuku dan ibu anak-anakku.

Lombok, 12 Februari 2021.

Komentar

  1. Semoga beliau husnul khotimah dan mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Aamiin

    BalasHapus
  2. Yaa Allah... semoga Kau terima semua amal ibadah almarhumah dan mengampuni semua salah dan khilafnya serta memberi tempat terindah di sisi-Nya...Aamiin...Sabar Bunda...kirimkan doa yang terindah untuk beliau...

    BalasHapus

Posting Komentar