Berat Diongkos, Berat Dipersyaratan

Oleh Nuraini Ahwan. 

Masa pandemi covid 19 ini, membuat semua terasa berat. Pergaulan menjadi berat, silaturrahmi secara langsung menjadi berat, mata pencaharian menjadi berat, ekonomi menjadi berat, berpergian juga menjadi semakin berat. Sebut saja mudik menjadi berat dengan ijin segala macam. Secara pribadi ini kadang membuat kita menggerutu sendiri. 

Salah satu contoh beratnya di berpergian setelah ada ijin boleh bepergian adalah ketika seseorang sudah punya sekedar dana untuk transpot, lalu harus nambah dana atau biaya harus rapid atau sweb lagi. Bukankah ini akan memperberat kita? Saya pernah mengalami peristiwa menyedihkan ketika harus berjuang rapid di bandara menjelang tiga puluh menit keberangkatan pesawat. Ini membuat saya menangis di bandara. Saat itu saya tak mengerti masa berlakunya hasil rapid. Masa tertera ternyata tidak berlaku lagi karena adanya perubahan peraturan yang saya tidak ketahui. Berjuang dengan tangis saat itu. 

Kembali pengalaman menyedihkan terjadi lagi. Ketika harus menghadiri acara resepsi pernikahan keponakan di luar pulau. Kendala lagi dengan yang namanya rafid test. Tidak hanya di bandara, di pelabuhan juga tetap dengan peraturan yang ketat tentang rapid ini. Ini tidak salah demi keselamatan bersama. Hanya saja perasaan kasian kepada yang berpergian, sudah berat diongkos, berat pula dipersyaratan  rafid tes. Persyaratan rafid diperiksa di beberapa titik baik di tempat keberangkatan maupun setiba di pelabuhan tujuan. Kadang rafid tes pula yang membuat kita menjadi terdampar menunggu lama entah di bandara maupun di pelabuhan. Menambah pula pengeluaran dengan membeli makanan, minuman saat menunggu karena haus dan lapar. Corona benar-benar menguji kesabaran pula. 

Kapankah corona ini berlalu agar kehidupan tidak menjadi berat di segala segi seperti ini.

Bali, 21 Mei 2021

(Edisi kecewa dg keadaan) 




Komentar